Monday, December 15, 2008

pulang ke kotamu

Solo. 6 desember.

Mata kaki masih terasa sakit, setelah menapaki ratusan anak tangga.
Untuk menuruninya membutuhkan waktu lebih dari 20menit, itupun sambil berlari kecil.. dan naiknya? masyaampun, gak dua kali deh gua kesana.. Tapi apa yang saya lihat dibawah sana, bisa membayarnya.

Rabu Sore akhirnya saya memutuskan untuk datang acara pernikahan teman senasib, di Solo, bersama 4 orang lainnya. Sebenernya kepergian ini hanyalah sebuah jawaban atas rasa malas menghadapi weekend di Jakarta. Setelah aku benar-benar kehilangan kebahagiaan saat melewati liburan akhir pekan. Sudah lebih dari 8 minggu.. Terasa hambar, berbeda. Waktu untuk menghilangkan penat direnggut begitu saja. Dan kini saatnya berlari, menghilang. Entah apa ada yang mencari atau tidak.

Keesokan paginya aku menyaksikan tangan temanku menjabat tangan ayah mertuanya dan dengan fasih melafalkan ijab kabul bagiannya.. dibayar tuuuunai. Dasar tukang kambing, gak perlu segamblang dan sejelas itu kali ngomong tunainya!.. wakakak. Tiba-tiba bulu kuduk ku merinding. Menerka siapa yang menjadi sandinganku nanti? Ponselku bergetar, dan kubuka pesannya, ”Vin, gua masih di Semarang. Gak sempet ikut akadnya. Ketemu di resepsi aja-Probo” Si kutu itu masih diperjalanan rupanya. Siapa suruh gak mau bareng!

Perjalanan menuju Jogja kami tempuh secara terpisah. Tim pertama berangkat jam 8 pagi dari Gambir. Pesawat yang mengantarku lepas landas pukul 3 sorenya. Sedangkan si Probo yang sudah kehabisan tiket kereta malam, menyusul dari Lebak Bulus jam 8 malam.

Pukul 11, sang manten meminta kami untuk datang ke resepsi dari jam 11, kami diharuskan menikmati jalannya pernikahan adat Solo. Kulihat jam di tangan. Pukul 12 dan Probo tak kunjung datang. Padahal sudah kusimpankan makanan untuknya. Pasti dia kelaparan. Jam setengah 2, acaranya lama banget, parah. Dan kita hanya duduk melihat upacara adat dalam screen besar terpampang di dinding atas gedung. Ada rama sinta, ada Srikandi, dan tidak ada Probo. Dia belum kunjung datang. Akhirnya penganten mulai mengantar tamunya pulang, bersalaman di pintu keluar. Kemudian ada SMS, ”Vin, jemput dong di terminal. Nanti balik lagi ya ke gedungnya. Gua mau ketemu Oji dulu pokonya”. Emang dasar bego, niatnya sih gak bener. Ke Solo sekalian mau ke Jogja supaya bisa ketemu calon pacarnya yang dijodohin sih. Yah tapi setidaknya dia masih sempat setor muka ke pengantin. Berfoto, jeprat jepret.

Mobil sewaan itu mengantar kami ke puncak kota Solo, selepas acara resepsi pernikahan teman kami tersebut usai. Lokasinya bernama Tawangmangu. Entah apa yang ada di tempat itu, tapi mengapa si koko keturunan TiongHoa itu niat sekali mengajak kami kesana?.. Satu jam terbuang, dan akhirnya kami tiba. Ada beberapa ekor kuda, dan aku sangat suka binatang itu. Aku ingin menaiki punggungnya, dan kuminta kepada si empunya untuk membiarkan kudaku dilepas. Aku ingin memilikinya tanpa ada yang mengendalikan.

Hujan sudah turun dan mereka masih bergegas untuk turun ke bawah. Ratusan anak tangga licin tersebut membuatku hampir terpeleset untuk kesekian kali. Kucopot sandal, nyeker mencoba menyatu dengan alam.. Booook??? Sama aje, mau kepleset” juga gue, haha. Dan eng ing eng, apa yang dicari sudah terlihat. Curahan air terjun terdengar deras. Dan batu kali hitam kasar tersusun untuk kami tapaki sebagai syarat ingin mendekati kolam air terjun. Bahaya memang, apalagi gerimis semakin membanjiri pakaian yang kami kenakan. Kaki kananku mulai bergetar sendiri saat itu, kemudian kuputuskan untuk segera menjauh dan menuruni batu kali yang licin tersebut, hati-hati sekali. Namun ketiga teman lainnya masih ingin bermain disana. Gerimis sudah berganti hujan. Sudah kuyup. Ucapan selamat tinggal pada air tejun dan sekitarnya sudah kuhaturkan. Sesaat sebelum beranjak meninggalkan air terjun, aku melihat rangkaian anak tangga yang melingkar dan berputar sampai menuju atas. Buset. Buset. Buset. Ogah gue diajak kesini lagi.. Tapaki satu demi satu, tidak nyampe-nyampe.

Setelah menyeruput wedang jahe panas dan berganti pakaian. Kami bergegas menuju kota yang kusukai.
Jogjakarta.

Tidak ada yang unik dari Kota ini. Kota yang hanya kumampiri tak lebih dari 24 jam. Kota dimana leluhurnya tinggali. Kampungnya. Tempat yang beberapa kali ia ceritakan. Aku memang tidak bisa menemaninya kali itu, berlibur ke sana. Tapi setelah semua usai, aku pergi sendiri melihat kota itu. Setidaknya aku pernah tahu.

No comments: