Monday, January 28, 2008

selamat jalan, Pak



Selamat jalan, Pak Harto.


Saya melihat, banyak sekali masyarakat yang mengantar kepergian anda. Mengingatkan saya pada si komo, jakarta macet gara” bapak lewat. Walaupun tidak mempunyai hubungan apapun, mereka bersedia berdiri di sepanjang jalan, melepas anda sambil melambaikan tangan, bahkan sesekali menyeka air mata. Ikhlas, walaupun anda pun tidak membalas lambaian itu. Bukan untuk sekadar menjalankan politik ’asal bapak senang’. Ironi, beberapa merasa sedih saat apa yang sedihinya sudah tiada. Tidak, ini bukan ironi, ini adalah hal biasa.


Saya tidak pernah membenci anda sama sekali. Tapi saya juga bukan pendukung bapak yang setia. Empati dan antipati terhadap anda tidak hinggap dalam diri saya. Saya mengenal anda, dari film dokumenter yang diputar setiap tahun pada tanggal 8 Juni dalam rangka peringatan ulang tahun anda. Saya melihat bapak naik sepeda gandeng, main golf, mancing ikan, metik buah di Mekar Sari. Bapak tersenyum bahagia, dengan mata sipit. Saya juga ingat betul waktu istri bapak lebih dahulu berpulang ke Rahmatullah. Seluruh stasiun tv baik nasional maupun swasta saat itu banyak yang mengalunkan lagu yang salah satu liriknya, ”betapa hatiku takkan pilu, telah gugur pahlawanku..”, humm tapi saat ini, lagu ini kenapa tidak begitu sering didendangkan untuk anda ya? Yah setidaknya pemerintah meminta kesediaan rakyat untuk memasang bendera setengah tiang hingga tanggal 2 Februari nanti.


Tapi sayang, pak. Sepupu saya yang sedang duduk di bangku kelas 6 SD hanya mengenal pak Harto sebagai tukang jahit langganan ibunya. Apa nama bapak tidak terukir dalam sejarah untuk dikenal mereka yang dijuluki tunas bangsa?


Saya tidak percaya kalau nama bapak tidak dielu-elukan dalam buku pegangan sejarah anak SD. Apa sejarah masa kini terlalu rumit atau membingungkan? Banyak sejarah yang sengaja ditiadakan dan dibuat sesuka hati dalangnya. Bapak kan Bapak Pembangunan. Bagaimanapun juga, saya pernah merasakan enaknya hidup di jaman keemasan bapak. Dimana 1 USD senilai Rp. 2000,00. Bok???? murah ya.. Banyak ko yang sudah bapak lakukan. Tapi sesuai dengan peribahasa ”karena nila seitik rusak susu sebelanga” atau ”panas setahun dihapus hujan sehari”.. orang-orang membutakan dirinya, mereka hanya bisa melihat kerusakan yang dialami negara dan imbas terhadap diri mereka karena ulah peninggalan atau warisan bapak yang berupa hutang.


Tapi saya tidak pernah benci bapak kok. Saya melihat anda sebagai kakek-kakek yang kaya, rapih, dan cukup ganteng, yang punya anak dan cucu yang tak kalah ganteng pula sehingga salah satu teman baik saya beserta ibunya sempat tergila-gila pada anak dan cucu bapak.

Selamat jalan ya, Pak. Proses kepergian bapak begitu sulit, yah moga-moga ada hikmahnya, hitung-hitung sakit dan penderitaan di dunia menghapus sedikit dosa, lagi-lagi katanya lho.. Doa-keun semoga rakyat Indonesia pada pintar-pintar dan rajin bekerja, berpikiran terbuka, punya keinginan maju, saling tolong menolong, arif bijaksana, cerdik cendikia, budiman dan taat menjalankan perintah agama. Dengan demikian, kami bisa membangun bangsa yang sudah tua, dan dengan cara apapun yang penting bisa memperbaiki keadaannya satu persatu-satu. Cukup sudah semua penderitaan, musibah, dan hal tidak menyenangkan lainnya yang tidak kami kehendaki.

Semoga bapak tenang ya, diampuni dosanya, dan diterima di sisi-Nya. Seneng ya bisa deketan sama Bu Tien lagi, kan satu kompleks kan yah di Astana GiriBangun? Indonesia, sudahlah. Kita awali lembaran baru, dengan resep-resep baru yang kita racik sendiri dengan segala rasa kepositifan. Yang sudah biarlah berlalu, kita tidak mungkin bisa hidup bahagia dengan perasaan mendendam dan terus menuntut akan suatu ketidakadilan.

No comments: