Thursday, February 28, 2008

black hole dan mimpi

Dalam suatu waktu, tentunya manusia pernah mengalami fase dimana mereka sangat ketakutan dengan kehidupan, jenuh dengan rutinitas yang ada, atau merasa kehilangan apa yang telah menjadi kebiasaan. Fase dimana ia tidak memiliki kepercayaan diri setelah begitu berambisi mewujudkan tahapan-tahapan menuju cita-cita yang telah dirancang. Padang tandus setelah lahan itu digambarkan dalam sketsa hutan hujan. Mungkin tidak seironi itu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi besok, tapi akan selalu ada harapan yang menjadi alasan mengapa manusia merasa harus bernafas. Walaupun yang dihisap hanya sekadar racun. Mungkin tidak mematikan.


Kehidupanku cukup miskin untuk memiliki kenangan. Terlalu konsvensional dan kurang mengerti bagaimana cara menikmati hidup. Namun aku juga belum terlalu mengerti bagaimana cara menikmati hidup yang sebenarnya. Batasan apa yang menjadikannya didaulat untuk berstatus nikmat. Karena itulah aku sangat hobi mengamati tingkah laku manusia yang lalu lalang. Melihat kearah jalan dan menebak apa yang di dalam pikiran manusia yang berjalan di trotoar sana. Berempati dengan kakek tua yang hidup terlantar. Kagum dengan kesuksesan seseorang. Rendah diri akibat membandingkan diri dengan seseorang yang berhasil dan begitu hebat dalam menghadapi cobaan. Dan senang sekali berkomentar tentang apa yang dipakai seseorang untuk menampilkan karakternya. Semua untuk menemukan arti kata nikmat.

Siapa lebih berarti dari apa. Apa yang dikatakan tidak menjadi lebih penting daripada siapa yang mengatakan. Maka nilai menjadi segala-galanya untuk membentuk siapa. Siapa akan menjadi berharga.

Sebetulnya apa yang sedang aku perbincangan. Berada dalam diskusi intrapersonal yang menjemukan. Uring-uringan. Merasa kurang mengerti dengan apa yang dirasakan dan menjadi sensitif karenanya. Tidak tahu apa yang menjadi fokus pikiran disaat memiliki banyak hal yang harus dipikirkan. Bukankah setiap orang pernah mengalami hal ini?

Oya, tadi malam aku bermimpi bertemu dengan nenek. Ia tetap cantik dengan bibir yang dipoles warna merah (sumpah nenek gua pake lipstik). Cantik dan bersih seperti biasanya. Ia datang padaku setelah aku bermimpi bahwa kakek pergi untuk selama-lamanya, pergi menyusul nenek. Aku menangis, dan nenek datang kepadaku. Aku menangis karena kedua orang yang aku cintai telah meninggalkanku, sekaligus bahagia karena mendapat kesempatan bertemu dan berbicang dengan nenek, walau dalam mimpi. Aku mengatakan padanya betapa aku menyayanginya dan betapa aku mencintai keluarga ini, keluarga yang telah ia bentuk melalui kasih sayangnya. Tapi nenek hanya menjawab dengan berkata seperti ini, ”Kadang manusia hanya mendengar apa yang ingin didengar, melihat apa yang ingin ia lihat. Mereka bertingkah laku sesuai dengan keinginan mereka untuk mencari pembenaran diri”.




Mukanya cape akibat diabetes sialan yang bercokol diraganya



Sumpah ya nek, cucunya ngerasa nenek gak nyambung. Tapi mengapa kata-kata itu begitu terngiang, bahkan hingga beberapa jam setelah saya bangun dari mimpi. Setelah hampir 7 bulan, akhirnya nenek datang dalam mimpi dan mengatakan hal itu. Kalimat yang akhirnya membangunkanku tidur.

1 comment:

Detta said...

"...manusia pernah mengalami fase dimana mereka sangat ketakutan dengan kehidupan...menuju cita-cita yang telah dirancang..."

sering nih gw ngerasa kaya gini, dan obat yang manjur buat gw adalah lagu2 bernuansa shugez, kopi, dan hal2 gloomy lainnya,, soalnya menurut gw kalo lo lg ngerasa jatuh, nikmatin aja perasaan itu, sebaik2nya, siapa tau justru dari keadaan itulah inspirasi dan hal2 yg membahagiakan bisa dateng.. :P